Mengamankan hak tenurial bagi masyarakat adat dan komunitas lokal di Republik Demokratik Kongo (RDK): Prospek dan tantangan dari surat keputusan hutan kemasyarakatan yang baru-baru ini diterbitkan
Ada beberapa hasil yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir dalam perjalanan mengamankan hak masyarakat atas hutan di Republik Demokratik Kongo (RDK). Pada tanggal 2 Agustus 2014, surat keputusan hutan kemasyarakatan (Community Forestry Decree) yang telah lama ditunggu-tunggu akhirnya ditandatangani oleh Perdana Menteri Kongo. Hal ini dipandang sebagai peningkatan yang sangat penting bagi penguasaan lahan dan rezim tata kelola kehutanan di RDK. Organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat adat dan komunitas lokal telah menanti-nanti keputusan ini dengan harapan besar sejak Hukum Kehutanan diadopsi pada tahun 2002, yang membuka jalan bagi kerangka tata kelola hutan yang baru.*
Hutan kemasyarakatan adalah kunci untuk mengamankan penguasaan lahan dan memperkuat hak-hak lokal
Surat keputusan ini merupakan langkah penting untuk memperkuat hak-hak komunitas lokal. Di satu sisi, keputusan ini memberikan kemungkinan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal untuk mengubah sebagian atau seluruh hutan adat mereka menjadi konsesi yang dikuasai dan dikelola masyarakat, dan membuat hutan-hutan masyarakat lebih mudah diakses bagi masyarakat hutan setempat di RDK. Di sisi lain, pengakuan pemerintah RDK akan kebutuhan masyarakat untuk mengakses dan memperoleh manfaat dari hutan mereka adalah langkah besar ke depan. Yang lebih menarik, konsesi hutan ini diberikan tanpa batasan waktu dan tanpa dipungut biaya.** Konsesi hutan akan memberikan hak kepada masyarakat adat dan komunitas lokal untuk mengeksploitasi hutan dalam segala bentuknya, tunduk pada aturan dan praktek-praktek pengelolaan yang berkelanjutan.
Namun, meskipun layak untuk dirayakan, isi saat ini dari surat keputusan tersebut memiliki kekurangan dalam bentuk kendala-kendala birokratis dan birokrasi. Selain itu, Pemerintah masih harus mengadopsi langkah-langkah pelaksanaan selanjutnya untuk menyertai keputusan tersebut, yaitu Arrêté (juklak) Menteri tentang pengelolaan konsesi hutan masyarakat, yang berarti bahwa pelaksanaan yang efektif dari surat keputusan tersebut masih jauh.
"Bertahun-tahun telah berlalu sebelum akhirnya CFD disahkan, dan sekarang kita masih harus menunggu terbitnya juklak Menteri," kata Joseph Bobia, salah satu tokoh masyarakat sipil penting di RDK dan mitra FPP yang berada di garis depan dalam proses perundingan untuk mengadopsi CFD.
Beragam kepentingan di sekitar CFD
Pelaku dari kalangan masyarakat sipil di RDK cemas tentang beragam kepentingan yang melingkupi CFD, karena mereka mengklaim bahwa sejumlah pemangku kepentingan termasuk GIZ, Badan Kerja Sama Pembangunan Jerman, tengah dalam proses mengembangkan atau menerapkan model pengelolaan hutan kemasyarakatan mereka sendiri. Ini adalah yang terjadi di Maniema di mana mereka tengah bereksperimen dengan sebuah model pembalakan artisanal (yang tidak tergantung pada mesin). "Masalah dengan model hutan kemasyarakatan GIZ ini adalah bahwa hal itu bukan hasil dari persetujuan masyarakat, melainkan model yang dipaksakan oleh GIZ untuk mengeksploitasi hutan masyarakat ..." tegas Bobia.
Kekhawatiran tersebut memiliki landasan kuat karena ada risiko nyata bahwa konsesi hutan yang dialokasikan untuk masyarakat dikelola dengan buruk. Orang-orang yang menolak penerapan CFD akan cenderung mengatakan bahwa masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk mengelola hutan mereka secara baik sesuai dengan aturan pengelolaan berkelanjutan atau bahwa konsesi hutan kemasyarakatan akan dilihat sebagai pemicu utama deforestasi, menurut Patrick Saidi, Koordinator Dynamique des Groupes des Peuples Autochtones (DGPA). Oleh karena itu, "ketentuan-ketentuan dalam juklak CFD harus menekankan peran masyarakat dalam mengelola konsesi hutan mereka dan menghindari segala bentuk campur tangan dari badan-badan pembangunan atau perusahaan kayu," kata Saidi.
Penguatan hak-hak tenurial masyarakat adat dan komunitas lokal di RDK akan memerlukan pelaksanaan hukum dan peraturan yang efektif, termasuk reformasi dan adopsi kelembagaan yang progresif dalam rentang waktu yang wajar dari juklak Menteri tentang modalitas pengelolaan konsesi hutan kemasyarakatan. Hutan kemasyarakatan adalah sebuah langkah menuju masyarakat yang menentukan nasib sendiri, dengan memungkinkan mereka untuk menguasai dan mengelola hutan yang mereka tempati di bawah hukum adat.
___________
* Pasal 22 dari Hukum Kehutanan menyatakan bahwa" Suatu komunitas lokal, dapat atas permintaannya, memperoleh konsesi hutan atas sebagian atau seluruh hutan lindung yang dimiliki mereka menurut hukum adat. Prosedur pemberian konsesi hutan kepada komunitas-komunitas lokal akan diatur oleh Keputusan Presiden. Pengalokasian ini tidak dipungut biaya.
** Lihat Pasal 2(2) Surat Keputusan tersebut.
Overview
- Resource Type:
- News
- Publication date:
- 24 February 2015
- Region:
- Democratic Republic of Congo (DRC)
- Partners:
- Centre d’Accompagnement des Autochtones Pygmées et Minoritaires Vulnérables (CAMV)