Skip to content

JUMPA PERS: RSPO memutuskan Wilmar telah melanggar hak-hak masyarakat adat Kapa dari Sumatera Barat

Panel Pengaduan RSPO baru saja mendapatkan temuan, yang mendukung pengaduan terhadap raksasa minyak sawit, Wilmar International, bahwa perusahaan tersebut memang secara tidak sah telah mengambilalih tanah masyarakat adat Kapa tanpa persetujuan masyarakat bersangkutan. Di bulan Oktober 2014, masyarakat Kapa, yang merupakan masyarakat adat dari Sumatera Barat, telah mengajukan pengaduan resmi kepada RSPO yang menyatakan bahwa anak perusahaan Wilmar International, PT PHP1, telah mengambil alih sebagian tanah adat mereka dan membangun perkebunan sawit tanpa persetujuan masyarakat. 

Setelah menanti keputusan selama lebih dari dua tahun, pada tanggal 1 Februari 2017, masyarakat Kapa menerima keputusan RSPO yang menyatakan bahwa Wilmar telah melanggar standar keberlanjutan RSPO, dan tidak memenuhi persyaratan hukum Indonesia. Keputusan tersebut mewajibkan Wilmar untuk mengambil langkah-langkah untuk menghormati hak-hak atas tanah masyarakat Kapa.

Menanggapi keputusan tersebut, Gampo Alam, pemimpin masyarakat Kapa mengatakan, "Kami telah berjuang lebih dari sepuluh tahun untuk mendapatkan pengakuan atas hak-hak kami setelah tanah kami diambil Wilmar. Kami berharap Wilmar International kini akan menghormati keputusan RSPO tersebut, dan dengan segera memulihkan hak kami atas tanah yang mereka ambil tanpa persetujuan kami itu. Bagi masyarakat Kapa, tanah adat kami tidak diperjualbelikan karena itu merupakan identitas kami." 

Sengketa tanah antara masyarakat Minangkabau dengan PT PHP1 telah menimbulkan keprihatinan internasional sejak RSPO pertama kali mengadopsi standar-standarnya.  Sejak lama telah terjadi intimidasi oleh polisi, perselisihan tentang kebun plasma dan upaya-upaya untuk menanamkan perpecahan di kalangan masyarakat. Namun, meskipun terjadi semua ini, masyarakat Kapa telah mampu mempertahankan keteguhan hati untuk mendapatkan kembali tanah mereka. Masyarakat Kapa sudah menyatakan dengan jelas kepada Wilmar bahwa mereka TIDAK menerima pihak perusahaan mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) di atas tanah mereka, karena hal itu akan menghapus hak-hak mereka selamanya. Di tahun 2014 masyarakat Kapa secara resmi mengajukan pengaduan ke RSPO setelah mengetahui bahwa Wilmar masih terus berupaya mendapatkan HGU di atas tanah mereka. Meskipun terjadi pertemuan singkat antara Wilmar dan perwakilan masyarakat bersama-sama staf RSPO di Kuala Lumpur di bulan November 2014, di mana perusahaan setuju untuk menyelidiki opsi-opsi legal lain, Wilmar terus melanjutkan upaya lamanya dan berhasil mendapatkan HGU. Pemimpin masyarakat kemudian ditahan polisi setempat sementara anggota dewan masyarakat lainnya mengalami penganianyaan. Walaupun terjadi intimidasi ini, masyarakat Kapa tetap teguh menuntut keadilan bagi mereka. 

Penasihat Kebijakan Forest People Programme, Patrick Anderson, menyatakan: Keputusan penting dari RSPO ini menunjukkan bahwa bahkan perusahaan besar pun tidak dapat lolos begitu saja dengan perampasan tanah. RSPO telah menetapkan bahwa perusahaan harus menghormati hak-hak adat dari masyarakat adat dan komunitas lokal atas tanah dan hanya dapat beroperasi di atas tanah mereka atas persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan masyarakat bersangkutan. 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: 

Patrick Anderson, Penasihat Kebijakan, FPP: +62 812 1965 0850  patrick@forestpeoples.org

Zulkifli, salah seorang warga Kapa +62 822-6844-5710 gampo_chino@yahoo.co.id 

Overview

Resource Type:
Press Releases
Publication date:
2 February 2017
Region:
Indonesia
Programmes:
Supply Chains and Trade Law and Policy Reform

Show cookie settings