Skip to content

Kajian Dampak Hak Asasi Manusia dari pengembangan sawit di dua kabupaten di Kalimantan Tengah, Indonesia: menghadapi tantangan di Kotawaringin Barat dan Seruyan

Oil Palm for Indonesia HRIA

Sebuah kajian dampak hak asasi manusia yang luas mengungkapkan pelanggaran hak asasi manusia sistemik di sektor kelapa sawit dalam uji coba 'Pendekatan Yurisdiksi' di Indonesia. Kunjungan lapangan ke delapan komunitas menunjukkan pola yang tersebar luas dari konsesi yang diberlakukan tanpa menghormati hak-hak masyarakat, tanah yang diambil tanpa kompensasi yang layak atau tanpa persetujuan, dan pekerja yang tidak dibayar sesuai upah minimum atau diwakili melalui serikat pekerja. Mereka yang memprotes pelanggaran-pelanggaran ini melaporkan adanya ancaman dan intimidasi dan dalam beberapa kasus kriminalisasi terhadap para pengadu. Dalam sebagian besar kasus, perkebunan plasma, yang dijanjikan sebagai kompensasi atas pengambilalihan tanah masyarakat, belum disediakan/diberikan.

Baca laporannya di sini

Survei ini, yang dilakukan oleh Forest Peoples Programme, Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari, PROGRESS dan dipimpin oleh Safir Law Office, mengikuti panduan praktik terbaik kajian dampak hak asasi manusia yang diterima dunia internasional. Delapan desa, empat di masing-masing kabupaten, dikaji melalui wawancara, diskusi kelompok terfokus, pertanyaan dan survei sensitif gender, disertai pemetaan tumpang tindih lahan antara konsesi perusahaan dan tanah masyarakat. Pejabat pemerintah telah dimintai informasi dan saran, dan perusahaan telah diajak untuk berpartisipasi.

Survei ini dilakukan untuk membantu kedua kabupaten menyiapkan diri untuk sertifikasi dengan menggunakan ‘Pendekatan Yurisdiksi’ multipihak Roundtable on Sustainable Palm Oil. ‘Pendekatan’ ini mendorong pemerintah daerah untuk bekerja bersama-sama perusahaan, petani kecil dan menengah, organisasi masyarakat sipil, pekerja dan masyarakat untuk menerapkan standar RSPO pada semua operasi kelapa sawit di dalam yurisdiksi mereka. RSPO mewajibkan operator yang ingin disertifikasi untuk menunjukkan bahwa mereka menghormati hak masyarakat dan masyarakat adat atas tanah. RSPO melarang perampasan tanah (mengambil tanah tanpa persetujuan), mewajibkan kepatuhan terhadap undang-undang yang melindungi hak-hak pekerja, dan melarang pelanggaran hak-hak pembela HAM, seperti pelapor pelanggaran (whistle-blower), pengadu dan juru bicara masyarakat.

Studi ini dengan seksama meneliti semua undang-undang nasional dan peraturan daerah yang relevan dan mendapati bahwa sebagian besar pelanggaran hak asasi manusia yang ditemukan sesungguhnya adalah tindak pelanggaran hukum menurut undang-undang yang berlaku saat ini. Laporan ini diakhiri dengan rekomendasi-rekomendasi rinci, di mana yang paling penting dan jelas adalah agar hukum yang ada ditegakkan secara efektif, sementara ketentuan-ketentuan baru diperlukan untuk melindungi tanah adat. Pemerintah daerah sebenarnya sudah sangat menyadari maraknya sengketa tanah dan secara aktif terus mengembangkan peraturan-peraturan daerah baru untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan sengketa.

Overview

Resource Type:
Reports
Publication date:
25 June 2021
Region:
Indonesia
Programmes:
Supply Chains and Trade Law and Policy Reform

Show cookie settings