Festival Internasional untuk Mempromosikan Hak-Hak Masyarakat Adat di Republik Demokratik Kongo (RDK)
Masyarakat adat Pygmy di RDK adalah penjaga dari sebuah budaya yang kaya. Pengetahuan dan praktik-praktik tradisional mereka telah memberikan kontribusi besar terhadap pelestarian dan pengelolaan berkelanjutan ekosistem hutan negara tersebut. Mereka memainkan peran sentral dalam meningkatkan tata kelola hutan.
Sayangnya, mereka juga menghadapi diskriminasi dan marjinalisasi yang kuat dari komunitas-komunitas lain: Bantu, Nilotic dan Sudan, yang membentuk masyarakat negara tersebut. Hak-hak adat dari masyarakat adat Pygmy di tanah tradisional mereka tidak terjamin – dan sebagian besar masyarakat adat telah kehilangan lahan mereka akibat kegiatan konservasi, kehutanan atau inisiatif sumber daya alam lainnya. Memperhatikan gaya hidup mereka yang dicirikan dengan keterikatan yang kuat dengan tanah tradisional dan hutan mereka, masyarakat adat Pygmy adalah masyarakat yang paling rentan dan paling miskin di negara tersebut.
Forest Peoples Programme (FPP) bekerja di RDK bersama organisasi masyarakat sipil setempat, seperti la Dynamique des Groupes des Peuples Autochtones (DGPA), untuk mempromosikan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Pada bulan Juli 2014, rancangan undang-undang prinsip-prinsip dasar tentang hak-hak masyarakat adat Pygmy di RDK telah disampaikan kepada Majelis Nasional untuk diadopsi. RUU tersebut adalah "alat untuk mempromosikan hak-hak masyarakat tersebut, termasuk nilai-nilai sosial, budaya, antropologi dan etnologi mereka, sambil menyoroti pengetahuan tradisional mereka tentang konservasi alam dan pemanfaatan berkelanjutan dari ekosistem hutan.” Setelah diadopsi, undang-undang ini akan secara signifikan meningkatkan status hukum masyarakat adat Pygmy dan situasi sosial mereka di negara tersebut.
Dalam konteks inilah Festival Internasional kedua Masyarakat Adat (FIPA 2015) diselenggarakan oleh DGPA dengan dukungan dari RFN, FPP, dan aktor-aktor lainnya. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menciptakan sebuah kerangka kerja untuk berbagi pengalaman dan dialog dan untuk mengadvokasi pembentukan sebuah kerangka hukum yang mampu memajukan dan melindungi hak-hak masyarakat adat Pygmy di RDK. FIPA 2015 diadakan di Kinshasa tanggal 27-29 Maret 2015, dan memberikan perhatian khusus pada masalah pengakuan dan perlindungan hak-hak adat, reformasi tanah dan dampak inisiatif pembangunan.
Yang menjadi inti acara tersebut adalah pameran pengetahuan seni dan budaya bernilai tinggi dari masyarakat adat. Berbagai perdebatan menyoroti dilema politik, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat adat di RDK dan di seluruh dunia. Mereka juga menyoroti kemajuan-kemajuan yang dibuat di lapangan untuk meraih jaminan hak-hak asasi mereka atas wilayah mereka, dan penegasan kembali martabat dan nilai kemanusiaan mereka secara sungguh-sungguh.
Perwakilan masyarakat adat dari Afrika Tengah dan Afrika Timur, Skandinavia Eropa, Amazon dan Asia Tenggara berpartisipasi dalam festival tersebut, juga pemerintah RDK.
Pemerintah RDK, termasuk Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan (MEDD) dan Menteri Pertanahan, secara resmi mengakui perlunya pengadopsian undang-undang khusus untuk masyarakat adat Pygmy untuk mengamankan hak-hak adat mereka. Mereka mengakui pentingnya keterlibatan yang efektif dari masyarakat tersebut dalam proses reformasi tanah yang tengah berlangsung untuk mewujudkan pengelolaan masalah adat yang lebih baik dalam hukum tanah yang baru. Sekarang masih harus dilihat apakah kemauan politik dari pemerintah Kongo, seperti yang diungkapkan di lapangan, akan menghasilkan jaminan hak-hak dan peningkatan kondisi kehidupan masyarakat adat Pygmy di RDK.
Overview
- Resource Type:
- News
- Publication date:
- 1 June 2015
- Region:
- Democratic Republic of Congo (DRC)
- Programmes:
- Conservation and human rights