Skip to content

Perlindungan dalam skema pendanaan REDD+

Persoalan perlindungan dan penerapannya menjadi salah satu aspek REDD+[i] yang menjadi perhatian masyarakat dan organisasi masyarakat sipil yang terus memancing keprihatinan paling banyak. Ini benar adanya dalam ranah perdebatan tentang REDD+ saat ini dan khususnya tingkat implementasi dan operasionalisasinya. Sejak 2010, ketika Konferensi Para Pihak ke-16 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP 16 UNFCCC) mengambil keputusannya tentang REDD+ dan perlindungan terkait, satu proses elaborasi, negosiasi dan penyelarasan terus berlangsung saat ini di berbagai tingkat. Perdebatan mengenai perlindungan telah menjadi kesempatan bagi masyarakat adat dan masyarakat sipil terus meningkatkan tuntutan mereka bagi penghormatan atas hak dan standar yang diakui secara internasional, dan menjadi satu kesempatan bagi para donor untuk mengupayakan kepatuhan bagi pemakaian dana-dana yang disalurkan kepada negara-negara REDD+. Sama dengan persoalan terkait REDD+ lainnya, perdebatan perlindungan telah berkembang menjadi satu sifat yang rumit, dan terpecah ke dalam dua aliran. Satu aliran ditujukan untuk membentuk norma dan alat untuk mencegah REDD+ membawa bahaya untuk lingkungan dan masyarakat hutan, aliran yang lain bertujuan memastikan penilaian manfaat potensial, dikenal dengan jargon sebagai satu pendekatan “melakukan yang baik” atau pendekatan “do good”.

Karena semua perdebatan soal perlindungan bergerak dari elaborasi teoritis menuju satu terjemahan prinsip-prinsip menjadi alat-alat operasional, banyak masalah kemudian mulai bermunculan. Masalah-masalah tersebut di antaranya adalah kurangnya kapasitas dan ketertarikan antar badan pemerintah di tingkat nasional, dan pertanyaan mengenai biaya-biaya transaksi yang mahal. Masalah-masalah tersebut mendatangkan satu resiko besar pelemahan standar, dengan ungkapan tujuan percepatan pembayaran dana-dana untuk kesiapan. Agar bisa sungguh-sungguh mengambil pentingnya skenario ini, penting untuk melihat ke belakang dan membangun kembali proses yang mengarah pada pengembangan berbagai mekanisme dan rejim perlindungan dalam inisiatif terkait REDD+, seperti Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF), Program Investasi Hutan (FIP) dan UN-REDD.

Kesepakatan Cancun yang disepakati oleh COP 16 UNFCCC memasukkan sejumlah perlindungan yang akan dipertimbangkan dalam kebijakan, program dan proyek REDD+. Terkait dengan masyarakat adat, upaya perlindungan mencatat adopsi/penggunaan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP) dan memberi perlindungan mulai dari partisipasi penuh dan efektif, hinggapenghormatan terhadap “pengetahuan tradisional dan hak-hak masyarakat adat dan anggota masyarakat lokal, dengan memperhitungkan berbagai kewajiban internasional terkait, keadaan dan hukum nasional”. UNFCCC juga memakai satu rencana kerja untuk salah satu badan subsider (Badan Keilmuan untuk Pertimbangan Teknis – SBSTA) yang akan menyusun panduan tentang satu sistem informasi bagaimana upaya perlindungan akan ditangani dan dihormati.

Setelah beberapa pergumulan diplomatis, Para Pihak menyetujui satu naskah yang memberikan dukungan politik pada pentingnya perlindungan sosial dan lingkungan dalam REDD+, serta kewajiban dan instrumen HAM internasional seperti UNDRIP, kendati dibatasi oleh keadaan dan hukum nasional.  Walaupun ada pembatasan tersebut, satu rumusan semacam ini menawarkan ruang untuk elaborasi perlindungan di dalam berbagai program dan inisiatif REDD+.

Salah satu inisiatif REDD+ ini adalah Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan yang dalam satu piagamnya mengakui kewajiban untuk menghormati masyarakat adat. Begitu Kesepakatan Cancun disepakati, FCPF memasukan banyak upaya ke dalam penyusunan rejim perlindungan mereka sendiri. Perlu dicatat di sini bahwa sifat khas kegiatan yang didukung oleh FCPF – yang merupakan berbagai rencana persiapan REDD+ danbukan proyek, mengarah pada 'perluasan kembali' dan adaptasi rejim perlindungan tradisional, seperti kebijakan perlindungan Bank Dunia, agar menjadi alat yang lebih analitik dan diagnostik seperti SESA (Penilaian Lingkungan dan Sosial Strategis).

Tujuan SESA adalah mengantisipasi potensi bahaya dan peluang terkait dengan REDD+ pada tahap awal siklus perencanaan dan mengidentifikasi upaya-upaya perlindungan yang akan dimunculkan. Dengan karakter analitik dan diagnostiknya, SESA seharusnya sudah menawarkan ruang untuk masyarakat untuk mengelaborasi dan memberikan banyak masukan penting mengenai cara-cara untuk memastikan agar REDD+ tidak akan mengorbankan sumber penghidupan dan hak masyarakat. Meskipun begitu, catatan akan keterlibatan masyarakat adat dalam definisi Kerangka Acuan SESA dan Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial terkait sejauh ini tercampur. Penting untuk dicatat bahwa salah satu perlindungan yang berlaku pada proses persiapan kesiapan REDD+ adalah terkait dengan ruang atas informasi dan partisipasi publik. Oleh karena itu, terbatasnya ruang partisipasi yang baik dan ruang atas informasi terbukti di beberapa negara merupakan pelanggaran terhadap standar perlindungan tersebut.

FCPF sendiri juga sudah berubah. Pada awal pembentukannya, FCPF ini merupakan satu skema pendanaan di dalam Bank Dunia (dibentuk sebagai pengawas Bank Dunia). Kini FCPF telah berkembang menjadi satu mekanisme pendanaan yang lebih rumit. Meskipun Bank Dunia masih sebagai pengawas, pendanaan FCPF dikeluarkan melalui sejumlah mitra yang dipercaya, termasuk Program Pembangunan PBB (UNDP), Bank Pembangunan Inter-Amerika (IDB) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Perluasan dalam mitra-mitra yang dipercaya untuk mendistribusikan dana berarti tambahan upaya lebih banyak untuk menemukan satu pendekatan bersama untuk perlindungan. Pola yang dipakai oleh FCPF, IDB dan UNDP (FAO masih tertinggal dalam proses penyelarasannya sendiri) bercita-cita bahwa standar dan perlindungan tertinggi akan berlaku apabila ada perbedaan antara standar-standar mitra pengirim dengan Bank Dunia. Pada situasi seperti ini, standar perlindunganyang tertinggilah yang akan dijadikan ambang batas minimum. Artinya bahwa dalam kasus-kasus dimana UNDP adalah mitra pendistribusi dana (dan sebagai UNDP mereka akan mengacu pada satu pendekatan berbasis HAM), UNDRIP dan ketentuan penting seperti keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan (FPIC/KBDD) akan berlaku. Meskipun begitu, karena semua kegiatan kesiapan REDD+ masih dalam penjabaran, tidak ada bukti yang kuat soal apakah standar-standar ini dipenuhi. Bahkan seperti dinyatakan dalam “Penilaian kebutuhan negara: satu laporan tentang kesiapan REDD+ antara Program UN-REDD dan negara-negara anggota Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF)” (2012) komponen bagian perlindungan dan konsultasi publik, serta Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi masih memerlukan dukungan lebih lanjut. Laporan tersebut menggaris-bawahi bahwa: “komponen-bagian tentang perlindungan juga muncul sebagai wilayah prioritas tinggi, khususnya untuk negara-negara Asia dan Amerika Latin, dan bahkan di Afrika tingkat tanggapannya di atas 60 persen[ii].

Program Investasi Hutan (FIP) telah mengikuti satu pola yang sama di FCPF dimana masing-masing Bank Pembangunan Multilateral (MDB) bertanggung jawab untuk pemakaian dana yang dikirim oleh Bank Dunia sesuai dengan kerangka kerja jaminan, kebijakan, panduan dan prosedur milik mereka sendiri. Selain itu, pengesahan program FIP dan proses pengawasan akan mengikuti kebijakan dan prosedur MDB yang terkait. Meskipun begitu, FIP belum menyusun satu pendekatan bersama untuk memastikan konsistensi antara Pengawas (Bank Dunia) dan kebijakan serta perlindungan MDB lainnya. Kurangnya satu standarisasi dan kerangka kerja perlindungan yang konsisten membawa banyak tantangan penting dalam hal akuntabilitas dan konsistensi, di dalam FIP, FCPF dan UN-REDD.

Berkenaan dengan UN-REDD, upaya perlindungan telah dijalankan dengan satu cara yang berbeda. Sebagai satu kenyataan, UN-REDD memakai seperangkat makalah panduan dan pedoman terkait dengan keterlibatan pemangku kepentingan yang memasukan satu persyaratan untuk menjamin KBDD masyarakat adat, dan Prinsip dan Kriteria Sosial dan Lingkungan (Social and Environmental Principles and Criteria or SEPC), yang menggunakan satu “pendekatan berbasis hak”. Pedoman tersebut berlaku bagi Badan-badan PBB sebagai mitra-mitra pendistibusi dana yang bertingkat. SEPC dibagi lagi dalam tiga prinsip: persoalan sosial, kebijakan yang berhubungan dengan sosial dan lingkungan serta persoalan lingkungan. Prinsip-prinsip tersebut mengandung sejumlah ketentuan penting bagi masyarakat adat, termasuk mewajibkan partisipasi utuh dan efektif, dan mengharuskan penghormatan dan promosi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya, KBDD dan pengakuan pengetahuan tradisional dan sumber penghidupan. Meskipun begitu, Alat Penilaian Manfaat dan Risiko terkait belum difinalisasi dan diadopsi, sehingga berpotensi mengganggu penerapannya.[iii]

Meningkatnya keprihatinan seputar rendahnya tingkat kepatuhan terhadap standar perlindungan

Pola yang berulang sepertinya muncul di berbagai tingkat. Walaupun di atas kertas terjemahan mandat politik UNFCCC tentang perlindungan sepertinya telah mengarah pada beberapa pencapaian penting dalam hal pengakuan hak-hak masyarakat adat, operasionalisasi dan implementasi sejauh ini kurang menggembirakan.

FCPF telah menerima banyak pengaduan dari masyarakat adat dan masyarakat sipil mengenai pelanggaran banyak standar Bank Dunia tentang partisipasi publik dan pelanggaran atas pedoman partisipasi dan konsultasi milik mereka sendiri. Sebagai contoh, di Honduras, beberapa organisasi masyarakat telah menolak beberapa proposal kesiapan pemerintah akibat kurangnya konsultasi dan kegagalan memastikan pembuatan kebijakan yang terbuka.[iv] Di negara seperti Suriname, meskipun telah berulang-kali diungkapkan, beberapa proposal kesiapan nasional, rencana pemerintah untuk REDD+ terus menghilangkan setiap tindakan berguna untuk mempertahankan hak tanah dan wilayah masyarakat hutan.[v]

Pada bulan Februari 2013, badan koordinasi masyarakat adat keluar dari kolaborasi dengan Program UN-REDD dan Program Bersama Nasional di Panama akibat kegagalan kegagalan PBB dan pemerintah memastikan partisipasi yang baik dan kurangnya tindakan efektif dan tepat waktu untuk menegakan KBDD dan memastikan keselarasan dengan UNDRIP.[vi] PBB saat ini sedang merencanakan untuk investigasi pengaduan ini untuk menemukan apa yang salah dalam program nasional tersebut.[vii] 

Program UN-REDD juga mengadapi banyak masalah di Indonesia dan tempat lain di Asia. Program tersebut mengaku bahwa proses-proses KBDD di Vietnam banyak kekurangan (gagal menjelaskan risiko dan biaya REDD+ kepada masyarakat). Dalam program contoh proyek REDD+ di Sulawesi Tengah di Indonesia, masyarakat lokal mengeluh bahwa belum ada proses KBDD yang berarti. Sementara itu, proyek contoh yang sama hingga kini sedikit sekali memperhatikan upaya menjamin hak-hak tanah dan sumber daya dan memusatkan diri pada satu pendekatan pengabaian yang usang untuk konservasi hutan yang menuai banyak kecaman panas dari komunitas-komunitas terdampak.

Di Peru, organisasi masyarakat adat Amazon AIDESEP memiliki keprihatinan yang semakin berkembang seputar perlakukan hak dan persoalan tanah di bawah proses penyusunan satu Strategi Investasi Hutan nasional didanai oleh Program Investasi Hutan (FIP). Singkatnya, AIDESEP telah dibuat cemas karena janji-janji sebelumnya untuk menangani kepemilikan tanah dengan anggaran nasional yang cukup untuk pemetaan dan pembuatan sertifikat dilanggar ketika pemerintah secara sepihak menyusun ulang rencana investasi tanpa konsultasi pada awal tahun 2013. AIDESEP saat ini sedang mempertimbangkan memakai berbagai mekanisme pengaduan jika keprihatinan mereka tidak ditangani.[viii]

Masyarakat prihatin soal terbatasnya implementasi perlindungan yang tepat waktu dan berhasil yang semakin didukung oleh banyak kalangan pemeriksa independen. Sebagai contoh, di Guyana, badan verifikasi untuk MoU Guyana-Norwegia tentang REDD+ menemukan pada November 2012 bahwa setelah tiga tahun, Guyana telah gagal menempuh tindakan-tindakan untuk menegakkan hak-hak tanah masyarakat adat, sementara konsultasi publik yang efektif dan kurangnya keterbukaan terus mengganggu penyusunan kebijakan-kebijakan REDD+ berkelanjutan di negara tersebut.[ix]

Implementasi panduan tentang Sistem Informasi mengenai Perlindungan, serta Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi penerapannya dalam pendanaan REDD+ di UNFCCC menawarkan bukti penting bahwa negara-negara berhutan melempem tidak berdaya dalam menjalankan kewajiban-kewajiban di bawah Konvensi perubahan iklim. Hal ini semakin menujukkan bahwa kebutuhan akan satu rejim perlindungan yang efektif harus dituangkan dalam legislasi nasional bersangkutan dan reformasi hukum dan tata kelola terkait, (seperti dalam kasus kepemilikan tanah, atau KBDD), proses-proses seperti ini baru tumbuh di banyak negara, atau bahkan belum mulai. Ada beberapa tanda bahwa tingkat lambannya tindakan pada perlindungan mungkin disebabkan oleh satu kekurangan kemampuan pemerintah dalam perlindungan dan persoalan pelaporan.

Masyarakat adat dan NGO, termasuk FPP sedang menekankan bahwa satu sistem perlindungan nasional yang berhasil harus dihubungkan dengan satu kerangka kerja kepatuhan yang tuntas dan efektifyang mencakup beberapa indikator kinerja untuk implementasi perlindungan. Sayang sekali hal ini merupakan sesuatu yang sangat ditolak oleh banyak negara di UNFCCC, baik dalam ,mempermudah akses untuk pendanaan, melindungi ruang 'kedaulatan' milik mereka sendiri, atau untuk mempercepat proses-proses kesiapan agar mulai menerapan proyek-proyek dan manfaat dari pembayaran karbon terkait.

Lebih banyak pengaduan seperti yang baru-baru ini kepada UN-REDD di Panama akan bermunculan kecuali negara-negara berhutan mulai mendesak tindakan-tindakan yang lebih tegas tentang perlindungan dibuat oleh masyarakat adat dan organisasi keadilan sosial. Untuk saat ini, masyarakat sipil dan masyarakat adat terus mendesak upaya perlindungan dicantolkan pada satu kerangka kerja kepatuhan yang kuat bahwa isinya akan memasukkan pengakuan hak atas KBDD, mekanisme keluhan dan pengaduan yang efektif dan bisa diakses, reformasi tata kelola yang kuat (khususnya pengakuan hak masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumber daya) dan pendanaan kelembagaan serta pengakuan dan dukungan pemerintah atas skema pemantauan masyarakat, termasuk indikator-indikator kinerja untuk implementasi perlindungan.

Francesco Martone dan Tom Griffiths

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref1[i]               Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Kerusakan Hutan

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref2[ii] http://www.forestcarbonpartnership.org/sites/forestcarbonpartnership.org/files/Documents/PDF/Oct2012/Country%20Needs%20Assessment%20report%20UN-REDD%20Programme%20and%20FCPF,%2012%20October%202012.pdf

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref3[iii]   http://www.un-redd.org/multiple_benefits_sepc/tabid/54130/default.aspx

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref4[iv]             See, for example, letter from COPINH in Honduras sent to the FCPF in August 2012  http://www.forestcarbonpartnership.org/sites/fcp/files/2013/carta%20SOBRE%20PROYECTOS%20REDD%20HONDURAS%20final.pdf

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref5[v]              See http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2013/03/comments-suriname-rpp-march-20132.pdf

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref6[vi]             http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/news/2013/03/COONAPIP%20RESOLUCION%202-2013%20Retiro%20de%20ONUREDD%20.pdf

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref7[vii]  http://un-redd.org/UNREDD_Launches_Panama_NP_Evaluation_EN/tabid/106063/Default.aspx

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref8[viii]           http://www.forestpeoples.org/id/topics/forest-investment-programme-fip/news/2013/02/indigenous-peoples-peruvian-amazon-denounce-fail

file:///S:/Communications/ENewsletter/E-News%20Special%203%20-%20Safeguards%20April%202013/15_FPPEnews_Apr2013_REDDSafeguards_FM_Bahasa.doc#_ednref9[ix]             http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/news/2013/03/Rainforest_Alliance_NorwayGuyana_ReddAgreement_2013.pdf   

Overview

Resource Type:
News
Publication date:
29 April 2013
Programmes:
Climate and forest policy and finance Global Finance Law and Policy Reform

Show cookie settings