Komisi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara menyerukan aksi nyata untuk mengamankan hak atas tanah
24 Oktober 2017, Pontianak, Indonesia: Konferensi Regional tentang Hak Asasi Manusia dan Agribisnis ke-7 di Asia Tenggara telah mengeluarkan resolusi (hanya tersedia dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan bahasa Thailand) yang menyerukan dilakukannya serangkaian tindakan yang ditujukan untuk membuat perubahan nyata dalam pengakuan dan keamanan penguasaan tanah. Resolusi tersebut menyerukan adanya mekanisme yang mudah diakses untuk memetakan dan mendaftarkan tanah adat, untuk memberikan kejelasan tentang kepemilikan. Resolusi tersebut juga menyerukan dilakukanya pertimbangan kembali terhadap model utama bisnis perkebunan untuk menghentikan tekanan terhadap masyarakat untuk menyerahkan tanah mereka, baik dengan mempromosikan model produksi alternatif dan model pembiayaan alternatif.
Konferensi tersebut merupakan yang ketujuh dalam rangkaian konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh Forest Peoples Program bekerjasama dengan Forum Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional Asia Tenggara, yang bertujuan untuk melihat kemajuan yang dicapai sejak konferensi pertama di tahun 2011 di Bali, yang menghasilkan deklarasi yang menyerukan langkah-langkah mendesak untuk mereformasi atau memperkuat undang-undang dan kebijakan nasional yang berkaitan dengan penguasaan lahan, reformasi agraria, perencanaan penggunaan lahan dan pembebasan lahan sehingga sepenuhnya mematuhi kewajiban hak asasi manusia sebagaimana ditetapkan dalam hukum internasional.
Peserta juga membahas metode-metode reformasi hukum untuk menetapkan kewajiban yang mengikat tentang hak asasi manusia bagi perusahaan dan juga tentang hak-hak pekerja di Asia Tenggara, dan menyerukan agar pemerintah regional membentuk sistem pemantauan dan pelaporan, dan pemberian kewarganegaraan, bagi puluhan ribu anak tanpa kewarganegaraan yang lahir di permukiman pekerja perkebunan.
Konferensi tersebut juga menegaskan kembali pentingnya solusi hukum yang mengikat terhadap tantangan-tantangan besar yang dihadapi sektor agribisnis di Asia Tenggara, tidak hanya melalui reformasi hukum nasional dan penegakan hukum yang efektif, namun juga berpotensi melalui penguatan standar yang diawasi oleh lembaga pengawas hask asasi manusia regional, yaitu ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights (Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN).
Sebelum konferensi berlangsung, sebagian peserta berkesempatan mengunjungi desa Olak-Olak di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Perjalanan pencarian fakta ini diselenggarakan oleh Link-AR dan Pusaka, dengan tujuan untuk menyelidiki tantangan-tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Olak-Olak dan desa-desa sekitarnya akibat perluasan kelapa sawit di daerah mereka. Hasil dari misi tersebut kemudian dibagikan saat konferensi oleh juru bicara komunitas dan dibahas lebih lanjut di acara tersebut.
Terkejut dengan intimidasi, kekerasan dan tingginya kriminalisasi yang dihadapi masyarakat, para peserta konferensi, yang mewakili berbagai lembaga hak asasi manusia dan organisasi masyarakat sipil internasional, menandatangani sebuah surat yang ditujukan kepada Wilmar (salah satu pembeli minyak sawit dari daerah tersebut) yang mengungkapkan keprihatinan serius mereka.
Overview
- Resource Type:
- Press Releases
- Publication date:
- 24 October 2017
- Region:
- Indonesia
- Programmes:
- Supply Chains and Trade Law and Policy Reform Access to Justice
- Partners:
- Yayasan Pusaka Bentala Rakyat